Selasa, 14 Mei 2013

definisi budaya organisasi


Definisi budaya organisasi

Istilah “budaya” mula-mula datang dari disiplin antropologi sosial. Apa yang tercakup dalam definisi budaya sangatlah luas. Istilah budaya dapat diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian, kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya dan pemikiran manusia yang mencirikan suatu masyarakat atau penduduk yang ditransmisikan bersama (Kotter & Heskett, 1992: 4) . Selain itu kebudayaan juga diartikan sebagai norma-norma perilaku yang disepakati oleh sekelompok orang untuk bertahan hidup dan berada bersama (Farid, E. & Philip, RH. 1997).
Koentjaraningrat (1989) menyebutkan unsur-unsur universal dari kebudayaan adalah meliputi: (1) sistem religi dan upacara keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) sistem pengetahuan, (4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem mata pencaharian hidup, dan (7) sistem teknologi dan peralatan. Selanjutnya dijelaskan bahwa budaya itu paling sedikit mempunyai tiga wujud, yaitu kebudayaan sebagai: (1) suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya; (2) suatu kompleks aktivitas kelakukan dari manusia dalam masyarakat; dan (sebagai benda-benda karya manusia. 
Wujud pertama adalah wujud ide kebudayaan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba dan difoto. Lokasinya berada dalam alam pikiran dari warga masyarakat tempat kebudayaan yang bersangkutan hidup. Pada saat sekarang ini kebudayaan ide juga banyak tersimpan dalam disk, tape, arsip, koleksi microfilm dan sebagainya. Kebudayaan ide ini dapat disebut tatakelakuan, karena berfungsi sebagai tatakelakuan yang mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia.
Wujud kedua dari kebudayaan sering disebut sebagai sistem sosial, yang menunjuk pada perilaku yang berpola dari manusia. Sistem sosial berupa aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul dari waktu ke waktu.
Sedangkan wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, yaitu keseluruhan hasil dari aktivitas fisik, perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat yang sifatnya kongkrit berupa benda-benda .
Tiga macam wujud budaya di atas, dalam konteks organisasi disebut dengan budaya organisasi (organizational culture). Dalam konteks perusahaan, diistilahkan dengan budaya perusahaan (corporate cukture), dan pada lembaga pendidikan/sekolah disebut dengan budaya sekolah (sekolah culture). Tentu saja berbeda dengan kajian budaya antropologi social, dalam organisasi sekolah faokusnya lebih ditekankan pada perilaku, sehingga memunculkan kajian perilaku oraganisasi (organizational behavior).
 
Sebagaimana diketahui, dalam suatu organisasi di amping terdapat hal-hal yang bersifat hard juga ada yang sifatnya soft. Aspek-aspek termasuk hard antara lain adalah: struktur organisasi, aturan-aturan, kebijakan, teknologi, dan keuangan. Hal-hal tersebut dapat diukur, dikuantifikasikan serta dikontrol dengan relatif mudah. Sedangkan hal-hal yang soft adalah yang terkait dengan the human side of organizational (sisi/aspek manusiawi dari organisasi), meliputi nilai-nilai, keyakinan, budaya, serta norma-norma perilaku (Owens, 1995). Dimensi hard, sering dsebut pula sebagai the classic elements dari suatu organisasi. Meskipun elemen klasih, seperti hierarki struktur, formalisasi, dan rasionalisasi itu merupakan hal-hal yang penting, namun hal tersebut tidak dapat sepenuhnya menjelaskan perilaku organisasi (Maslang, dalam Peter son, Ed., 1987).
Karena dipengaruhi oleh visi dan misi serta tujuan, maka budaya organisasi termasuk unik. Walaupun organisasi termasuk sekolah itu sejenis, namun budayanya akan berbeda. Karena itu budaya sekolah disebut juga dengan sifat-sifat internal organisasi yang dapat membedakannya dengan organisasi lain (Siswohartono, 1992).
Dalam organisasi sekolah hakikatnya terjadi interaksi antar individu sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam rentang waktu yang panjang, interaksi tersebut akan membentuk suatu pola budaya tertentu yang unik antara satu organisasi dengan yang lainnya.
 
Budaya organisasi oleh Owens (1995:82) ddefiisikan sebagai “…the body of solution to external and internal problems that has worked consistenly for a group and that is therefore taught to new members as the correct way to perceive, think about and feel in relation to those problem…” (pola pemecahan masalah eksternal dan internal yang diterapkan secara konsisten bagi suatu kelompok, dan oleh karenanya diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar dalam memandang, memikirkan dan merasakan masalah yang dihadapi tersebut. Selain itu, budaya organisasi oleh Owens (1995: 82) juga sering diartikan dengan,”…the shared philosophies, ideologies, values, assumptions, belief, expectations, attitudes and norms that knit a community together…” (filsafat, ideologi, nilai-nilai, asumsi-asumsi, keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma bersama yang mengikat/mempersatukan suatu komunitas).
Robbins (1991:572) menegaskan, “Organizztional culture is a common perception held by the organization’s members; a system of shared meaning”. Dapat diterjemahkan bahwa budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu; suatu system dari makna bersama”. Artinya bahwa budaya organisasi terwujud dalam filosofi, ideologi, nilai-nilai, asumsi, keyakinan serta sikap dan norma bersama anggota-anggota organisasi tersebut dalam memandang berbagai realitas, terutama berkaitan dengan permasalahan internal maupun eksternal.
 
Hal-hal di atas mengikat anggota menjadi suatu kesatuan yang utuh, dan senantiasa disampaikan (diajarkan) kepada setiap anggota baru organisasi sekolah. Dengan kata lain, budaya organisasi sekolah merupakan perpaduan nilai-nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, dan harapan-harapan yang diyakini oleh anggota organisasi atau kelompok serta dijadikan pedoman bagi perilaku dan pemecahan masalah yang mereka hadapi (Hodge & Anthony, 1988).




Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar