Sabtu, 23 Juni 2012

Guru Mogok, KBM SMKN 1 Waygelang Terhambat

KOTAAGUNG BARAT – Sejumlah guru honorer dan staf SMKN 1 Waygelang melakukan mogok kerja kemarin (12/4). Mereka menuntut Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Tanggamus mencopot kepala sekolahnya Adi Sucipto. Akibatnya, kegiatan belajar-mengajar (KBM) di sekolah itu terganggu.
Doni, salah satu guru honorer di SMKN 1 Waygelang, mengatakan, Adi Sucipto dinilai tak mampu membawa perubahan yang lebih baik. ’’Tidak ada upaya yang dilakukannya untuk menggerakkan siswa agar berprestasi. Akibatnya tak ada satu pun prestasi selama kepemimpinannya sebagai kepala sekolah,” ujar dia.
Indikasi itu terlihat dari sikap kepala sekolah yang kerap menjatuhkan martabat guru di depan siswa. Menugaskan guru tidak pada posisinya, kurangnya fasilitas praktik kejuruan, dan keputusan yang diambil sepihak.
    ’’Kewajibannya mengajar kerap dilimpahkan ke guru honorer. Dia juga sering melontarkan ancaman pemecatan terhadap guru honorer dan karyawan jika dianggap tidak berpihak padanya. Sikapnya tidak mencerminkan seorang pemimpin,” tukas Doni didampingi rekannya Supri.
    Salah satu guru di sekolah itu, Apriyadi, mengatakan bahwa tuntutan tersebut sebelumnya sudah mereka sampaikan ke Disdikpora dan diterima Sekretaris Dinas Heri Iswahyudi.
    ’’Dinas berjanji menindaklanjutinya dengan mendatangi sekolah hari Senin (11/4). Namun setelah ditunggu, ternyata pihak dinas tidak datang. Karenanya kami melakukan mogok kerja,” akunya.
Terpisah, Kepala SMKN 1 Waygelang Adi Sucipto mengaku tidak keberatan terkait tuntutan yang memintanya mundur dari jabatan. Tetapi, hal itu harus dilakukan sesuai prosedur.
’’Saya diangkat sesuai SK yang dikeluarkan pemerintah. Karenanya yang berhak memberhentikan saya juga pemerintah,” pungkasnya.
Di sisi lain, Adi menekankan agar tuntutan itu tidak mengorbankan siswa. ’’Jangan sampai mengorbankan siswa seperti kejadian pada hari ini (kemarin, Red). Guru mogok mengajar membuat siswa terbengkalai,” ujarnya.
Bahkan, Adi mengaku ada sekelompok orang yang masih tergabung dalam rombongan guru honorer dan staf yang dengan sengaja mencegat siswa di jalan. ’’Ada oknum yang menghalangi siswa saat akan menuju sekolah, dengan mengatakan bahwa siswa diliburkan. Ini jelas merugikan siswa dan sekolah,” jelasnya. (rnn/c1/ais)

TINDAKAN SOSIAL

Dalam hidup bermasyarakat, kamu pasti mengadakan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut dalam sosiologi disebut interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan intisari dari kehidupan sosial. Sebelum kita pelajari lebih jauh mengenai interaksi sosial, ada suatu hal yang mendasari terjadinya interaksi sosial, yaitu tindakan sosial. Apakah yang dimaksud dengan tindakan sosial dan apa saja bentukbentuknya? Lebih lengkap akan kita bahas berikut ini.
Setiap hari kamu melakukan tindakan dengan maksud dan tujuan tertentu. Tindakan itu umumnya berkaitan dengan orang lain, mengingat kodratmu sebagai makhluk sosial.
1. Pengertian Tindakan Sosial
Kita sebagai makhluk hidup senantiasa melakukan tindakantindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan merupakan suatu perbuatan, perilaku, atau aksi yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya guna mencapai tujuan tertentu. Misalnya kamu les bahasa Inggris dengan tujuan agar kamu terampil dan mahir dalam berbahasa Inggris. Tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Lalu tindakan yang bagaimanakah yang disebut dengan tindakan sosial? Perhatikan cerita berikut ini. "Suatu sore, Bintang duduk-duduk diteras depan sambil mendengarkan musik. Tiba-tiba ada seorang gadis cantik berambut panjang lewat di depan rumahnya. Dengan maksud untuk menggoda gadis itu, Bintang kemudian bersiul".
Dari cerita di atas, tindakan 'bersiul' yang dilakukan Bintang merupakan bentuk tindakan sosial. Mengapa? Bintang 'bersiul' karena ingin menggoda gadis cantik berambut panjang yang lewat di depan rumahnya. Dari situ, dapatkah kamu memberikan definisi mengenai tindakan sosial? Tindakan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan berorientasi pada atau dipengaruhi oleh orang lain.
2. Jenis-Jenis Tindakan Sosial
Menurut Max Weber, tindakan sosial dapat digolongkan menjadi empat kelompok (tipe), yaitu tindakan rasional instrumental, tindakan rasional berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan tindakan afeksi.
a. Tindakan Rasional Instrumental
Tindakan ini dilakukan seseorang dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dengan tujuan yang akan dicapai. Misalnya guna menunjang kegiatan belajarnya dan agar bisa memperoleh nilai yang baik, Fauzi memutuskan untuk membeli buku-buku pelajaran sekolah daripada komik.
b. Tindakan Rasional Berorientasi Nilai
Tindakan ini bersifat rasional dan memperhitungkan manfaatnya, tetapi tujuan yang hendak dicapai tidak terlalu dipentingkan oleh si pelaku. Pelaku hanya beranggapan bahwa yang paling penting tindakan itu termasuk dalam kriteria baik dan benar menurut ukuran dan penilaian masyarakat di sekitarnya. Misalnya menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
c. Tindakan Tradisional
Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak rasional. Seseorang melakukan tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan dan cara yang akan digunakan. Misalnya berbagai upacara adat yang terdapat di masyarakat.
d. Tindakan Afektif
Tindakan ini sebagian besar dikuasai oleh perasaan atau emosi tanpa pertimbangan-pertimbangan akal budi. Seringkali tindakan ini dilakukan tanpa perencanaan matang dan tanpa kesadaran penuh. Jadi dapat dikatakan sebagai reaksi spontan atas suatu peristiwa. Contohnya tindakan meloncat-loncat karena kegirangan, menangis karena orang tuanya meninggal dunia, dan sebagainya.

PERILAKU MENYIMPANG

Tindakan manusia tidak selamanya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Adakalanya terjadi penyimpangan terhadap nilai dan norma yang ada. Tindakan manusia yang menyimpang dari nilai dan norma atau peraturan disebut dengan perilaku menyimpang. Apakah perilaku menyimpang itu? Pernahkah kamu melakukan tindakantindakan yang termasuk dalam kategori perilaku menyimpang?
Ada banyak perilaku menyimpang yang terjadi di masyarakat. Dari yang sederhana atau kecil sampai yang kompleks yang akibatnya sangat meresahkan masyarakat. Apa yang kamu ketahui mengenai perilaku menyimpang?
1. Pengertian Perilaku Menyimpang
Pagi itu di sebuah perempatan, lampu lalu lintas sedang menyala merah. Karena kesiangan dan takut terlambat sampai di sekolah, Damar justru menambah laju kecepatan sepeda motornya dan menerobos lampu merah. Tindakan Damar itu diketahui polisi dan akhirnya dia ditilang. Berdasarkan cerita di atas, bagaimana pendapatmu terhadap tindakan yang dilakukan Damar? Tindakan Damar merupakan salah satu contoh sederhana adanya penyimpangan terhadap aturan-aturan yang ada di masyarakat. Masih banyak lagi jenisjenis penyimpangan yang terjadi di masyarakat.
Dalam kenyataan sehari-hari, tidak semua orang bertindak berdasarkan norma-norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat dinamakan perilaku menyimpang. Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mematuhi norma atau patokan dan nilai yang sudah baku di masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi ( deviation ), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan ini disebut dengan devian ( deviant ).
Berikut ini pengertian perilaku menyimpang menurut pandangan beberapa ahli.
a. James Vander Zenden
Menyebutkan bahwa penyimpangan adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
b. Robert M.Z. Lawang
Mengungkapkan penyimpangan adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.
c. Bruce J. Cohen
Mengatakan bahwa perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
d. Paul B. Horton
Mengutarakan bahwa penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
e. Lewis Coser
Mengemukakan bahwa perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.
2. Proses Pembentukan Perilaku Menyimpang
Bagaimanakah sebenarnya pembentukan perilaku menyimpang dalam masyarakat? Dan faktor-faktor apa sajakah yang turut memengaruhinya? Mari kita bahas dalam subpokok bahasan ini.
a. Faktor Biologis
Cesare Lombrosso, seorang kriminolog dari Italia, dalam bukunya Crime, Its Causes and Remedies (1918) memberikan gambaran tentang perilaku menyimpang yang dikaitkan dengan bentuk tubuh seseorang. Dengan tegas, Lombrosso mengatakan bahwa ditinjau dari segi biologis penjahat itu keadaan fisiknya kurang maju apabila dibandingkan dengan keadaan fisik orang-orang biasa. Lombrosso berpendapat bahwa orang yang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang-tulang pipi panjang, kelainan pada mata yang khas, tangan beserta jari-jarinya dan jari-jari kaki relatif besar, serta susunan gigi yang abnormal.
Sementara itu William Sheldon, seorang kriminolog Inggris dalam bukunya Varieties of Delinquent Youth (1949) membedakan bentuk tubuh manusia yang mempunyai kecenderungan melakukan penyimpangan ke dalam tiga bentuk, yaitu endomorph, mesomorph, dan ectomorph yang masing-masing memiliki ciri-ciri tertentu.
1) Endomorph (Bulat dan Serba Lembek)
Orang dengan bentuk tubuh ini menurut kesimpulannya dapat terpengaruh untuk melakukan perilaku menyimpang, karena sangat mudah tersinggung dan cenderung suka menyendiri.
2) Mesomorph (Atletis, Berotot Kuat, dan Kekar)
Orang dengan bentuk tubuh seperti ini sering menunjukkan sifat kasar dan bertekad untuk menuruti hawa nafsu atau keinginannya. Bentuk demikian ini biasanya identik dengan orang jahat yang paling sering melakukan perilaku menyimpang.
3) Ectomorph (Kurus Sekali dan Memperlihatkan Kelemahan Daya)
Orang yang seperti ini selalu menunjukkan kepasrahan, akan tetapi apabila mendapat penghinaan-penghinaan yang luar biasa tekanan jiwanya dapat meledak, dan barulah akan terjadi perilaku menyimpang darinya.
b. Faktor Psikologis
Banyak ahli sosiologi yang cenderung untuk menerima sebab-sebab psikologis sebagai penyebab pembentukan perilaku menyimpang. Misalnya hubungan antara orang tua dan anak yang tidak harmonis. Banyak orang meyakini bahwa hubungan antara orang tua dan anak merupakan salah satu ciri yang membedakan orang 'baik' dan orang 'tidak baik'. Sikap orang tua yang terlalu keras maupun terlalu lemah seringkali menjadi penyebab deviasi pada anak-anak.
c. Faktor Sosiologis
Dari sudut pandang sosiologi, telah banyak teori yang dikembangkan untuk menerangkan faktor penyebab perilaku menyimpang. Misalnya, ada yang menyebutkan kawasan kumuh ( slum ) di kota besar sebagai tempat persemaian deviasi dan ada juga yang mengatakan bahwa sosialisasi yang buruk membuat orang berperilaku menyimpang. Selanjutnya ditemukan hubungan antara 'ekologi' kota dengan kejahatan, mabuk-mabukan, kenakalan remaja, dan bunuh diri. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan beberapa sebab atau proses terjadinya perilaku menyimpang ditinjau dari faktor sosiologis.
1) Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi yang Tidak Sempurna
Menurut teori sosialisasi, perilaku manusia, baik yang menyimpang maupun yang tidak dikendalikan oleh norma dan nilai yang dihayati. Apabila sosialisasi tidak sempurna akan menghasilkan perilaku yang menyimpang. Sosialisasi yang tidak sempurna timbul karena nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi, sehingga seseorang bertindak tanpa memperhitungkan risiko yang akan terjadi.
Contohnya anak sulung perempuan, dapat berperilaku seperti laki-laki sebagai akibat sosialisasi yang tidak sempurna di lingkungan keluarganya. Hal ini terjadi karena ia harus bertindak sebagai ayah, yang telah meninggal. Di pihak lain, media massa, terutama sering menyajikan gaya hidup yang tidak sesuai dengan anjuran-anjuran yang disampaikan dalam keluarga atau sekolah. Di dalam keluarga telah ditanamkan perilaku pemaaf, tidak balas dendam, mengasihi, dan lain-lain, tetapi di televisi selalu ditayangkan adegan kekerasan, balas dendam, fitnah, dan sejenisnya. Nilai-nilai kebaikan yang ditawarkan oleh keluarga dan sekolah harus berhadapan dengan nilai-nilai lain yang ditawarkan oleh media massa, khususnya televisi. Proses sosialisasi seakan-akan tidak sempurna karena adanya saling pertentangan antara agen sosialisasi yang satu dengan agen yang lain, seperti antara sekolah dan keluarga berhadapan dengan media massa. Lama kelamaan seseorang akan terpengaruh dengan cara-cara yang kurang baik, sehingga terjadilah penyimpanganpenyimpangan dalam masyarakat.
2) Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi dari Nilai- Nilai Subkebudayaan Menyimpang
Shaw dan Mc. Kay mengatakan bahwa daerah-daerah yang tidak teratur dan tidak ada organisasi yang baik akan cenderung melahirkan daerah kejahatan. Di daerahdaerah yang demikian, perilaku menyimpang (kejahatan) dianggap sebagai sesuatu yang wajar yang sudah tertanam dalam kepribadian masyarakat itu. Dengan demikian, proses sosialisasi tersebut merupakan proses pembentukan nilai-nilai dari subkebudayaan yang menyimpang.
Contohnya di daerah lingkungan perampok terdapat nilai dan norma yang menyimpang dari kebudayaan setempat. Nilai dan norma sosial itu sudah dihayati oleh anggota kelompok sebagai proses sosialisasi yang wajar. Perilaku menyimpang seperti di atas merupakan penyakit mental yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan itu kita mengenal konsep anomie yang dikemukakan oleh Emile Durkheim . Anomie adalah keadaan yang kontras antara pengaruh subkebudayaan-subkebudayaan dengan kenyataan sehari-hari dalam masyarakat. Indikasinya adalah masyarakat seakan-akan tidak mempunyai aturan-aturan yang dijadikan pegangan atau pedoman dan untuk ditaati bersama.
Akibat tidak adanya keserasian dan keselarasan, normanorma dalam masyarakat menjadi lumpuh dan arahnya menjadi samar-samar. Apabila hal itu berlangsung lama dalam masyarakat, maka besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi. Anggota masyarakat akan bingung dan sulit memperoleh pedoman. Akhirnya, mereka memilih cara atau jalan sendiri-sendiri. Jalan yang ditempuh tidak jarang berupa perilaku-perilaku yang menyimpang.
3) Proses Belajar yang Menyimpang
Mekanisme proses belajar perilaku menyimpang sama halnya dengan proses belajar terhadap hal-hal lain yang ada di masyarakat. Proses belajar itu dilakukan terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan menyimpang. Misalnya, seorang anak yang sering mencuri uang dari tas temannya mula-mula mempelajari cara mengambil uang tersebut mulai dari cara yang paling sederhana hingga yang lebih rumit. Cara ini dipelajarinya melalui media maupun secara langsung dari orang yang berhubungan dengannya. Penjelasan ini menerangkan bahwa untuk menjadi penjahat kelas 'kakap', seseorang harus mempelajari terlebih dahulu bagaimana cara yang paling efisien untuk beroperasi.
4) Ikatan Sosial yang Berlainan
Dalam masyarakat, setiap orang biasanya berhubungan dengan beberapa kelompok yang berbeda. Hubungan dengan kelompok-kelompok tersebut akan cenderung membuatnya mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang paling dihargainya. Dalam hubungan ini, individu tersebut akan memperoleh pola-pola sikap dan perilaku kelompoknya. Apabila pergaulan itu memiliki pola-pola sikap dan perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan besar ia juga akan menunjukkan pola-pola perilaku menyimpang. Misalnya seorang anak yang bergaul dengan kelompok orang yang sering melakukan aksi kebut-kebutan di jalan raya. Kemungkinan besar dia juga akan melakukan tindakan serupa.
5) Ketegangan antara Kebudayaan dan Struktur Sosial
Setiap masyarakat tidak hanya memiliki tujuan-tujuan yang dianjurkan oleh kebudayaannya, tetapi juga caracara yang diperkenankan oleh kebudayaannya itu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Apabila seseorang tidak diberi peluang untuk menggunakan caracara ini dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, maka kemungkinan besar akan terjadi perilaku menyimpang. Misalnya dalam sebuah perusahaan, pengusaha memberikan upah kepada buruhnya di bawah standar UMK. Hal itu apabila dibiarkan berlarut-larut, maka ada kemungkinan si buruh akan melakukan penyimpangan, seperti melakukan demonstrasi atau mogok kerja.

Masyarakat Alami Depresi Sosial

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai kekerasan di ruang publik belakangan ini menggambarkan, masyarakat Indonesia mengalami depresi sosial atau ketertekanan bersama-sama dan meluas.
"Masyarakat saat ini merasa tidak nyaman, tertekan, bahkan frustasi atas keadaan yang serba tidak pasti dalam berbagai hal," kata sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Thamrin Amal Tomagola, di Jakarta, Minggu (6/5/2012).
Komentar itu terkait berbagai kasus kekerasan di ruang publik yang kian marak belakangan ini. Sebut saja, antara lain, munculnya geng motor pita kuning pasca pembunuhan Kelasi Arifin Sirih, bentrok sebagian anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian di Gorontalo, anggota TNI menganiaya pengendara motor di Palmerah, atau pengusaha menodongkan pistol kepada pelayan kafe.
Thamrin Amal Tumagola mengungkapkan, depresi sosial itu dipicu oleh negara yang lemah, demokrasi dibajak elite, hukum tidak adil, dan ekonomi yang dikuasai pemodal. Negara sebagai penyelenggara pemerintahan lemah, dan mengeluarkan kebijakan yang nyata-nyata untuk kesejahteraan rakyat.
Demokrasi dikuasai elite politik untuk kepentingan sendiri. Hukum yang diharapkan memberikan keadilan justru mempertontonkan ketidakadilan. Kekuasaan dan modal dianggap bisa membeli hukum. Ekonomi juga dimonopoli oleh pemilik modal besar.
"Negara gagal memenuhi tanggung jawabnya kepada rakyat, tak mampu memberikan kenyamanan, keadilan, keamanan, dan kesejahteraan. Masyarakat stress dengan keadaan ini sehingga memicu depresi sosial," katanya.
Depresi itu ditunjukkan dengan mudahnya meletup kekerasan di ruang publik. Dipicu oleh hal-hal sepela saja, perilaku sebagian masyarakat menjadi agresif. Karena tak yakin masalah bisa diselesaikan oleh hukum dengan adil, akhirnya banyak orang yang mengambil jalan pintas dan main hakim sendiri.
"Kondisi itu semakin parah ketika muncul arogansi sejumlah anggota TNI atau Polri yang main kekuasaan. Situasi ini harus segera diatasi dengan memperbaiki semua faktor pemicu depresi. Jika dibiarkan, ini akan mudah memicu konflik lebih besar," katanya.

Pentingnya Pengendalian Sosial di Masyarakat

Tujuan pengendalian penyimpangan sosial adalah terciptanya suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Sebelum terjadi perubahan, dalam masyarakat sudah terkondisi suatu keadaan yang stabil, selaras, seimbang dan sebagainya. Dengan adanya perubahan menyebabkan terjadi keadaan yang tidak stabil. Tujuan pengendalian penyimpangan sosial untuk memulihkan keadaan yang serasi seperti sebelum terjadinya penyimpangan .

Ada 4 cakupan pengendalian penyimpangan sosial yaitu:

pengendalian sosial antar individu;
pengendalian sosial individu terhadap kelompok;
pengendalian sosial kelompok terhadap individu;
pengendalian sosial antar kelompok.
Hal rawan di atas bukan mustahil akan makin meluas memasuki era globalisasi dengan arus informasi berteknologi canggih yang kian membanjiri kehidupan masyarakat kita. Nilai-nilai pragmatisme dan  materialisme yang diusungnya tak pelak akan memengaruhi kehidupan masyarakat. Inilah barangkali yang perlu direnungkan semua pihak, terutama oleh para tokoh agama dan tokoh masyarakat. Kondisi ini tentu amat mencekam. Terutama bila mengingat perubahan sosial yang berdimensi penyimpangan sosial dalam beragam bentuknya itu mengibas di kalangan remaja dan anak-anak kita yang tiada lain merupakan tunas-tunas dan harapan bangsa Indonesia.  Usaha mengatasi penyimpangan  sosial dengan pengendalian penyimpangan sosial antara lain :
·            Mempertebal keimanan dengan pendidikan keagamaan
Menurut  Peter L Berger (1991), agama perlu dijadikan acuan bagi humanisasi kehidupan manusia, yang berarti sebagai peneguhan terhadap nilai-nilai yang fitri berupa proses pembersihan jiwa dari kotoran-kotoran nafsu dan perilaku hewaniah. Dalam konteks inilah pentingnya penanaman kepastian akan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan.
·            Menciptakan kondisi dalam keluarga yang sehat dan harmonis
Upaya ini dapat dilakukan dengan cara : memantapkan penanaman kehidupan beragama dalam keluarga, meluangkan waktu berkumpul bersama seluruh keluarga, menjalin hubungan komunikasi yang baik antar anggota keluarga, dan membiasakan musyawarah bersama untuk menyelesaikan suatu masalah
·            Menciptakan lingkungan sekolah yang baik dalam proses belajar mengajar
Hal ini dapat dicapai dengan cara :  menyediakan sarana dan prasarana untuk belajar, meningkatkan mutu guru , kurikulum sekolah disesuaikan kemampuan siswa dan kondisi setempat, menerapkan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar tata tertib sekolah , dan pembentukan satgas pengendalian tawuran antar sekolah  kota-kota besar seperti di Jabodetabek.
·            Menciptakan suasana kondusif dalam lingkungan masyarakat
Mengkondisikan peran serta perangkat setempat, aparat kamtibmas, tokoh masyarakat, pemuda dan anggota masyarakat lainnya untuk dapat mewujudkan keamanan, ketertiban, bebas dari rasa takut dari segala bentuk kerawanan , dengan cara :  membebaskan lingkungan dari pusat penjudian, pengedaran alcohol, narkotika, pusat hiburan yang berakibat kerawanan sosial, dan lain sebagainya.
Ada juga cara lain yang dapat mencegah segala bentuk penyakit sosial antara lain : terapi (menemukan masalah kemudian mengatasinya secara bertahap) dan rehabilitasi (memulihkan nama baik, tidak mengucilkan diri dan memberikan rasa empati kepada pelaku sehingga tidak terjerumus lagi pada penyimpangan yang sama ).
Penyembuhan penyimpangan sosial (perilaku sosial )ini ternyata tidak mudah. Kita pun berpikir bahwa penyembuhan penyimpangan sosial dan sekaligus pengembangan kompetensi kearifan-kearifan sosial yang paling strategis adalah lewat jalur pendidikan. Walau, tentunya, hasil usaha ini memerlukan waktu untuk dapat dirasakan. Dewasa ini mulai disadari betapa pentingnya peran kecerdasan sosial dan kecerdasan emosi bagi seseorang dalam usahanya meniti karier di masyarakat, lembaga, atau perusahaan. Banyak orang sukses yang kalau kita cermati ternyata mereka memiliki kemampuan bekerja sama, berempati, dan pengendalian diri yang menonjol

Ketimpangan Sosial Akar Masalah di Papua

Hampir semua kekayaan tanah Papua dikuasai pemodal dan pihak luar.

Tanah Papua selalu bergejolak. Pertikaian dan konflik sosial hampir terjadi tiap hari di pulau paling timur Indonesia itu. Masyarakat pun tidak henti menuntut kemerdekaan. Mereka tidak puas dengan bergabung ke NKRI.

Menurut Uskup Timika Mgr John Philip Saklil, penyebab semua gejolak itu adalah ketimpangan sosial yang tajam terjadi di Papua. Ketimpangan terjadi hampir di semua lini kehidupan masyarakat.

"Yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin terus melarat. Yang parahnya adalah masyarakat yang kaya itu kebanyakan pendatang, sedangkan masyarakat lokal terpinggirkan," tuturnya.

Ketimpangan sosial juga berupa dikuasainya hampir semua kekayaan tanah Papua oleh pemodal dan pihak luar. Sedangkan, masyarakat lokal tidak diberi akses atau kesempatan untuk menguasai kekayaannya karena tidak punya modal dan kekuatan.

"Anehnya, hasil kekakayaan itu tidak dinikmati masyarakat lokal. Masyarakat tetap saja terisolir dan miskin. Sementara masyarakat pendatang seperti karyawan PT Freeport menikmati gaji yang sangat tinggi dan hidup sangat mewah," tandasnya.

Ketimpangan lain berujud pola hidup para elit dan pejabat di Papua. Mereka hidup sangat mewah, sedangkan masyarakat di pedesaan hidup melarat. Pembangunan tidak sampai ke desa atau kampung tetapi menumpuk di kota dan hanya dinikmati segelintir orang.

"Kalau dibawa ke persentasi, angka ketimpangan mencapai 75 persen. Ini yang menimbulkan gejolak. Ketimpangan terjadi di berbagai segi dengan investor besar dan masyarakat pendatang satu sisi dan masyarakat lokal di sisi lain. Tidak ada upaya adanya pemerataan pembangunan di tanah Papua," kata John di Jakarta, tadi malam.

Ia mengemukakan itu sebagai hasil analisisnya setelah delapan tahun memimpin Keuskupan Timikia. Sebagai putra asli Timikia, dia juga sangat memahami dan mengetahui persoalan yang terjadi di Papua.

Sumber : http://www.beritasatu.com/nasional/45554-uskup-timika-ketimpangan-sosial-akar-masalah-di-papua.html